Hasil dan Pemenang Pilwako Manado 2016

Hasil Pemenang Hitung Cepat Sementara Pilwako Manado 2016Siapapun pemenang pemilihan wali kota (Pilwako) Manado, terancam tak akan memiliki legitimasi kuat dari rakyat. Ya, bayang-bayang minimnya partisipasi pemilih menghantui Pilwako, jika digelar 17 Februari. Meski memiliki jumlah Daftar Pemilih Terbanyak (DPT) terbanyak di Sulut, sekira 380.017 pemilih, belum menjamin wajib pilih datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Lihat saja, saat pemilihan gubernur (Pilgub) 9 Desember, hanya 196.982 warga yang datang ke TPS. Artinya, ada sekira 183.035 orang yang memilih golongan putih (Golput). Angka ini diprediksi bisa membludak jika sosialisasi kurang gencar. Sejumlah permasalahan merosotnya animo pemilih, disebabkan digugurkannya calon nomor urut dua Jimmy Rimba Rogi dan Boby Daud, diberhentikannya Ketua KPU Manado Eugenius Paransi, dipecatnya Panwaslu Manado, dan ditundanya jadwal Pilwako. Selain itu, ada dua partai yang akhirnya tak bisa diakomodir.

Partai Golkar dan PAN. Fakta di atas membuat Pilwako akhirnya tak lagi disambut antusias masyarakat. Menurut Pengamat politik Dr Ferry Liando SIP MSi, waktu sosialisasi sangat terbatas. Ruang bagi KPU untuk sosialisasi dibatasi waktu dan anggaran. “Tertundanya Pilwako tentu akan mengurangi tingkat kepercayaan publik, sehingga kecil kemungkinan adanya ketertarikan masyarakat datang memilih,” nilai dosen FISIP Unsrat ini.

Masalah krusial lainnya adalah, tidak diberinya kesempatan bagi masyarakat yang memiliki hak konstitusional untuk memilih. Terutama bagi mereka yang memasuki usia 17 tahun sejak 9 Desember sampai saat ini. “Masalah paling urgen untuk Pilwako Manado adalah kemungkinan besar ribuan masyarakat yang sudah berhak memilih, tapi tidak akan difasilitasi KPU,” sesalnya.

Di sisi lain, KPU menegaskan, DPT Pilkada 2016 akan menggunakan DPT Pilgub 9 Desember 2015. Karenanya, hal tersebut akan menjadi permasalahan tersendiri. Sebab, salah satu indikator mengukur kualitas Pilwako, sangat ditentukan tingginya prosentase masyarakat sebagai pemilih. “Karena ini menyangkut legitimasi politik. Jika prosentasenya rendah, maka diperkirakan legitimasi kepala daerah yang terpilih sangat lemah,” urainya.

Jika memang Pilwako dilaksanakan 17 Februari 2016, jangan sampai mengabaikan itu. “Kita menghargai KPU yang begitu bersemangat dalam melaksanakan Pilwako. Namun, jangan sampai ada hal yang terlewati. Seperti hak konstitusional warga negara. Jangan sampai merasakan menjalankan amanat UU lain, namun amanat UU tertentu diabaikan seperti UU HAM terkait hak politik setiap warga negara,” bebernya.

Efek negatif jika prosentase pemilih rendah, lanjut Liando, adalah kebijakan yang hendak dibuat kepala daerah terpilih, bakal mendapat resistensi kebanyakan masyarakat. “Sebagus apapun kebijakan yang hendak dilakukan, pemerintah akan sulit menawarkannya ke publik. Publik itu pasti akan apatis dan pasif,” tutupnya.- IndoPos
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...