
Menurut Hadar, sebelumnya ada 23 daerah yang masih bermasalah dengan anggaran, namun kini sudah berkurang menjadi 13 daerah. Kebanyakan masalah daerah tersebut, anggarannya masih di bawah 50 persen. Ke-13 daerah tersebut yakni Kabupaten Pematang Siantar (Sumatera Utara), Indragiri Hulu (Riau), Rokan Hulu (Riau), Natuna (Kepulauan Riau), Bintan, Tanjung Jabung Barat (Jambi), Way Kanan (Lampung), Musirawas Utara (Sumatera Selatan), Pekalongan (Jawa Tengah), Banjar (Kalimantan Selatan), Yahukimo (Papua), Kabupaten Kolaka Timur (Sulawesi Tenggara), dan Bontang (Kalimantan Timur).
Persoalan tersebut, kata Hadar, dianggap berpengaruh langsung dengan penyelenggaraan Pilkada di daerah yang anggarannya bermasalah, meskipun proses produksi logistik sudah didistribusikan. “Kalau produksi sudah semua, mungkin lebih ke proses melunasi uang yang sudah dikeluarkan, untuk kegiatan selanjutnya mungkin untuk bayar honor, kirim surat suara ke daerah pelosok yang biayanya mahal itu,” ujarnya.
Hadar mencontohkan, kekurangan anggaran terbesar dialami oleh KPU Yahukimo yang besarannya mencapai Rp42 miliar. Akibatnya penyelenggara tingkat kecamatan dan desa sempat menyegel kantor KPUD Yahukimo lantaran honor belum dibayar. Karenanya, Hadar berharap Kementerian Dalam Negeri mendorong daerah yang bermasalah anggaran dapat segera mencarikan solusi terbaik agar Pilkada di daerah tersebut bisa berjalan lancar. “Ini memang situasi yang menyulitkan kami dalam bekerja. Kami berharap pertemuan hari ini yang dilaksanakan pemerintah dalam hal ini Mendagri bisa memberi kejelasan,” kata Hadar.(vvn/data2)