Komisi Satu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), berharap ada sinkronisasi kembali soal anggaran Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pemilukada) 2015 di provinsi Sulut. Pasalnya sesuai dengan amanat UU Pilkada terbaru, pembiayaan Pilkada ternyata tidak hanya dibebankan pada APBD saja, tapi juga APBN.
Hal ini terungkap dalam hearing atau rapat dengar pendapat yang digelar Komisi Satu DPRD Sulut dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulut, Selasa (3/3). Mengawali hearing tersebut, ketua Komisi Satu, Ferdinand Mewengkan, menjelaskan bahwa hearing tersebut pada dasarnya merupakan tindaklanjut atas hasil studi banding yang mereka lakukan di KPU dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, pada pekan lalu.
Menurut Mewengkang dari kegiatan studi banding itu, pihaknya mendapat beberapa informasi yang dinilai sangat baik dalam upaya penghematan atau mengefisienkan anggaran Pilkada, sebagaimana semangat UU Pilkada itu sendiri. “Kami sangat berharap pemilukada yang akan digelar serentak nanti benar-benar efisien dan efektif. Dalam arti, kualitasnya terjamin baik, tapi anggarannya efisien,” ujarnya.
Anggota Komisi Satu lainnya, Vonny Paat mengatakan soal pelaksaan Pemilukada serentak di Tujuh kabupaten serta Provinsi, pihaknya berharap ada sinkronisasi kembali anggaran pilkada. “Dalam rangka penghematan anggaran, kami usulkan ada sinkronisasi anggaran dengan daerah yang sama-sama menggelar Pemilukada,” pinta politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan ini.
Para anggota Komisi Satu menilai anggaran senilai Rp 75 Miliar yang disetujui dalam APBD provinsi tahun anggaran 2015, sudah lebih dari cukup, bahkan lebih. Sebab asumsinya anggaran tersebut untuk dua putaran, sementara Undang-undang terbaru menyatakan bahwa Pemilukada hanya Satu putaran saja. Selain itu pembiayaannya pun tidak hanya dibebankan pada APBD provinsi atau kabupaten dan kota, tapi juga APBN.
Menanggapi pernyataan dan pertanyaan dari para personil Komisi Satu DPRD Sulut, ketua KPU Sulut, Jessy Momongan mengatakan pihaknya belum bisa memberi penjelasan lebih detail terkait anggaran maupun tahapan Pilkada, karena hingga saat ini payung hukum dari Pemilukada itu pun belum mereka terima. “Kami belum bisa beri penjelasan detail, sebab payung hukumnya belum ada pada kami, termasuk Peraturan KPU,” ungkapnya.
Semua penyelenggara pemilukada di daerah saat ini masih menunggu diundangkannya refisi UU No.1 tahun 2015 tentang pengesahan Perppu No.1 tahun 2014 tentang Pemilukada, termasuk Peraturan KPU. “Hasil refisi memang sudah disahkan, namun hingga saat ini belum kami terima, termasuk PKPU yang saat ini dikonsultasikan ke DPR RI. Harapannya bisa secepatnya tuntas agar bisa jelas tahapannya,” ujar Momongan.
Ditambahkan oleh komisioner KPU lainnya, Ardiles Mewo bahwa usulan anggaran Pilkada sebetulnya berjumlah 119 Miliar itu didasarkan pada ketentuan dalam UU No.32 tahun 2004 sebelum ada Perppu No.1 tahun 2014. “Namun dengan melihat aturan terbaru, kami menganggap bahwa anggaran yang disetujui 75 Miliar itu perlu ditambah, karena ada beberapa pos pembiayaan yang muncul di aturan terbaru,” katanya.
“Soal sinkronisasi anggaran tentu tidak ada masalah, sejauh hal itu tetap menjamin kualitas dari Pemilukada itu sendiri. KPU Sulut nantinya akan melakukan sharing pembiayaan dengan daerah yang ikut menggelar Pemilukada,” jelas komisioner yang berlatar belakang akademisi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fispol) Unsrat Manado ini. (Tribun)