Pilwako Manado yang sediannya digelar 9 Desember 2015, diprediksi berlangsung alot, jika benar-benar pasangan Jimmy Rimba Rogi (Imba)-Boby Daud tidak diikut sertakan sebagai kontestan Pilwako. Calon Walikota Manado Nomor Urut 2 ini dianulir dari kepesertaan Pilwako Manado dan kini terus menuai polemik. Ada yang tidak setuju, ada pula yang setuju dengan keputusan yang diambil KPU Manado. Belum lama ini, 11-15 November, Citra Publik Adv-Lingkaran Survei Indonesia (CPA-LSI) mengadakan survei guna mengetahui respon publik di Manado, ternyata sebanyak 64,63 persen menyatakan tidak setuju. Mayoritas publik merespon negatif. Hanya sebesar 31,71 persen publik yang menyatakan setuju dengan adanya keputusan KPU Manado tersebut.
Penolakan terhadap keputusan KPU Manado merata di semua segmen masyarakat. Mulai yang berpendidikan rendah hingga berpendidikan tinggi. Mereka yang ‘wong cilik’ maupun yang berekonomi mapan juga menolak keputusan KPU Manado tersebut. Ada sejumlah alasan yang mendasari penolakan publik terhadap keputusan KPU Manado tersebut. Dari data gabungan riset kuantitatif (survei) dan kualitatif (in depth interview), publik menilai keputusan untuk menggugurkan Imba-Boby adalah suatu bentuk intervensi politik. Sebanyak 57,3 persen publik menilai keputusan ini bentuk intervensi politik, bukan murni sebagai mekanisme penegakan hukum.
Alasan penolakan lain, keputusan KPU dinilai terlambat. Sebanyak 54,3% publik Manado menilai jika memang tidak memenuhi syarat, seharusnya Panwaslu dan KPU setempat tidak meloloskan pasangan yang ‘masih bermasalah’ untuk menjadi peserta sejak awal penetapan. Karena menimbulkan kerugian materiil maupun immateril. Selanjutnya, KPU Manado dianggap tidak konsisten terhadap keputusan. Sebanyak 35,1 persen publik Manado menyalahkan KPU Manado. Dan sebanyak 31,2 persen menyalahkan Bawaslu Provinsi Sulut terhadap keputusan ini.