Survei Elektabilitas Parpol Pemilu 2014

Lembaga survei Pol-Tracking Institute merilis survei elektabilitas parpol pada pemilu 2014. Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) disebut menurun tajam elektabilitasnya dibanding pemilu 2009.

Survei ini dilakukan pada 13 September-11 Oktober 2013 dengan total jumlah responden 2.010. Margin error 2.19% dengan tingkat kepercayaan 95% dengan metode multi stage random sampling di 33 provinsi di Indonesia. Survei dilakukan dengan teknik wawancara langsung atau bertatap muka tanpa menggunakan telepon.

"Partai Demokrat menurun drastis, dari 20.8 persen pada 2009 menjadi 8.8 persen di hasil survei ini. PKS 7.9 persen menjadi 2.9 persen," ujar Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute Hanta Yudha di Hotel Morissey, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (22/12/2013).

Hanta menyebut saat ini ini elektabilitas PDIP lebih unggul atas Golkar, PDIP meraup 18.5%, dan Golkar sebesar 16.90%.
"Partai Demokrat 8.80 persen, Gerindra 6.60 persen, PKB 4.60 persen, Hanura 3.50 persen, PPP 3.40 persen, PKS 2.90 Persen, Nasdem 2.10 persen, PAN 2 persen, PBB 0.70 persen, dan PKPI 0.10 persen," sebutnya.

Sementara itu, Ketua DPP PD Didi Irawadi mengakui elektabilitas partainya sedang menurun, meski masih dalam hitungan 3 besar berdasarkan survei Pol-Tracking Institute. 

"Meski angka 8.8 persen agak jomplang dengan posisi partai yang pertama dan kedua," kata Didi.

Didi berharap para kader PD terus berusaha untuk menaikkan eletabilitas PD yang saat ini tengah terpuruk. Salah satu usahanya dengan melaksanakan konvensi capres PD.

"Untuk meyakinkan masyarakat bahwa kami secara terbuka memberikan kesempatan kepada kader partai, maupun orang yang memiliki kredibilitas dalam konvensi capres PD untuk persiapan pilpres 2014," jelasnya.

Selengkapnya

Partisipasi Lembaga Survei Pemilu 2014

Komisi Pemilihan Umum akan mengakomodasi partisipasi peran lembaga survei dalam hitung cepat hasil Pemilu 2014. Namun, lembaga survei diwajibkan menjelaskan sumber dana yang digunakan.

Menurut Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah, hal itu sesuai Pasal 249 UU Pemilu Nomor 8 Tahun 2012, yang kini dibahas dalam draft Peraturan KPU (PKPU) tentang partisipasi masyarakat.

"Sesuai dengan undang-undang jelas, dan itu akan kita masukan dalam draft PKPU tentang partisipasi masyarakat, bahwa survei itu bisa mendaftar kepada kami," kata Ferry di kantor KPU, Jakarta, Kamis (12/12).

Lembaga survei yang ingin berkontribusi dalam hitung cepat hasil Pemilu harus memiliki sumber dana jelas. Syarat itu untuk menguatkan tingkat akurasi, terlebih soal metodologi yang digunakan.

"Pelaksanaan kegiatan penghitungan cepat wajib memberitahukan sumber dana, metodologi yang digunakan, dan hasil penghitungan cepat yang dilakukannya bukan hasil resmi penyelenggaraan pemilu," kata mantan Ketua KPU Jawa Barat tersebut.

Lembaga survei juga wajib mengikuti ketentuan KPU. Misalnya, tidak boleh mengumumkan hasil survei atau jajak pendapat tentang Pemilu pada masa tenang.

Ia menambahkan, pengumuman hasil penghitungan cepat Pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat dua jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat.

"Jadi pukul 15.00 WIB dia (lembaga survei) baru boleh melansir hasil dari survei itu. Sebelum itu tidak boleh, atau di hari tenang misalnya mengumumkan berdasarkan survei maka partai x cenderung naik, itu tidak boleh. Karena akan memengaruhi preferensi masyarakat," tukas Ferry.

Selengkapnya

Pemilu 2014 - Hasil Survei Internal PDIP

Untuk mengetahui elektabilitas dan pamor partai mendapatkan kepercayaan publik, partai politik melakukan survei internal. Tak terkecuali dengan PDIP yang ternyata diam-diam sudah mempunyai hasil survei nasional terkait Pemilu 2014.

Hal itu dibeberkan Ketua DPP PDIP Bidang Politik Puan Maharani di Hotel JW Luwansa, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (16/10). Namun, Puan enggan membeberkan hasil survei itu ke publik.

"Hasil survei internal sudah ada. Enggak mungkin saya bicarakan di publik," ujar Puan.

Menurut Puan, ada perbedaan antara survei partainya dengan lembaga survei yang belakangan ini menggelontorkan rilis hasilnya.

"Perbedaan hanya di margin of error. Tapi hasil survei internal berkisar pada angka yang kini beredar (di lembaga-lembaga survei). Tidak jauh dari itu survei yang banyak belakangan ini," jelas Puan.

"Sekali lagi dinamika politik sampai 9 April terus akan menjadi pertimbangan. Kami berkeyakinan jika tak ada tsunami dan politisasi, tak akan jauh dan meleset dari survei ini," tandasnya.

Sementara itu, Wasekjen PDIP Eriko Sotarduga mengakui jika banyak desakan dari masyarakat yang berkeinginan mecapreskan Jokowi. "Kami terima usulan itu. Tapi PDIP ada waktunya akan diputuskan Ketum siapa dan kapan capres akan diumumkan. Usulan masyarakat menjadi masukan," ucapnya.

Perlu diketahui, sejumlah survei menempatkan PDIP nangkring di urutan pertama. Hal ini sebanding dengan kepopuleran Jokowi yang ikut mendongkrak elektabilitas partai. *(mdk/ded)*

Selengkapnya

Empat Capres Bertarung di Pilpres 2014

Pengamat politik, Hanta Yudha AR memperkirakan akan ada empat pasangan capres dan cawapres yang diusung parpol dan gabungan parpol pada Pilpres 2014.

Pernyataan itu disampaikan Hanta Yudha AR pada diskusi 'Dialog Pilar Negara: Refleksi Akir Tahun Politik Indonesia' di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (16/12).

"Dari empat kemungkinan empat pasangan tersebut, baru dua pasangan yang kemungkinan akan terjadi yakni pasangan yang akan diusung oleh PDI Perjuangan serta pasangan yang akan diusung oleh Partai Golkar," kata Hanta.

Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah Ketua Fraksi PKB MPR RI Lukman Edy dan Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Maruarar Sirait.

Hanta Yudha memperkirakan dua pasangan capres itu berasal dari PDI Perjuangan dan Partai Golkar. "Karena PDI Perjuangan dan Partai Golkar yang dukungan massa yang stabil dan elektabilitasnya cukup tinggi," kata Direktur Eksekutif Poltracking Intitute ini.

Dari Golkar, sudah pasti akan mengusung Ketua Umum Aburizal Bakrie. Tapi PDI Perjuangan hingga kini belum memutuskan akan mengusung siapa.

Jika mencermati situasi yang berkembang, Hanta memperkirakan, PDI Perjuangan kemungkinan akan mengusung ketua umumnya Megawati Soekarnoputri atau Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo.

Selengkapnya

Hasil Pemilu 2014 Ditunggu Para Investor

Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN), Chairul Tanjung mengungkapkan masih banyak investor, baik dari dalam dan luar negeri, menunggu hasil Pemilu 2014.

Chairul menjelaskan, mereka masih menunggu jalannya pemilu apakah berjalan aman atau tidak. Selain itu, juga menunggu pemimpin baru yang akan memimpin Indonesia.

"Apakah kita mendapatkan pemimpin yang pro pasar atau sangat concern dengan perekonomian Indonesia masih menjadi tanda tanya besar," kata dia di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (3/12/2013).

Namu, CT, sapaan akrab Chairul Tanjung, berharap ketika pemimpin baru Indonesia terpilih pada 2014, pertumbuhan ekonomi akan kembali baik.

"Saya pikir pada akhir 2014 akan membaik khususnya ketika pemerintah baru terpilih. Tetapi harus diikuti langkah fundamental untuk memperbaiki struktur ekonomi," imbuhnya.

Hal ini ditambah dengan potensi masyarakat Indonesia sebagai bonus demografis yang sangat besar untuk menunjang kemajuan perekonomian Indonesia, siapapun pemimpinnya.

"Demografis kita ini seperti tail wind di pesawat, ada dorongan tumbuhnya konsumsi domestik walaupun pertumbuhan kita tidak terlalu tinggi," ujar CT.

Selengkapnya

Muka Lama dalam DPR Hasil Pemilu 2014

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat, 80 persen dari calon legislatif (caleg) yang akan maju tahun 2014 adalah muka lama.

kehadiran wajah lama itu akan tetap mengulang kejahatan-kejahatan terorganisir, seperti korupsi dan melemahkan pemberantasan korupsi.

"Rakernas YLBHI dan LBH, kita akan kampanyekan calon-calon yang masuk daftar hitam kita untuk tidak dipilih. Data KPU (Komisi Pemilihan Umum) itu 80 persen orang-orang lama," kata Direktur Advokasi YLBHI, Bahrain di kantor ICW, Jakarta, Minggu (8/12).

Apalagi, lanjut Bahrain, dari 80 persen caleg tersebut beberapa di antaranya terindikasi terlibat dalam kasus korupsi. Sebab, terdiri dari muka-muka lama.

Oleh karena itu, tegas Bahrain, YLBHI bersama lembaga swadaya masyarakat lainnya akan mengimbau untuk tidak memilih kembali muka-muka lama dalam pemilu legislatif April 2014 mendatang.

Selain itu, ungkap Bahrain, juga mengimbau kepada partai politik untuk memperbaiki sistem rekrutmennya. Sehingga, caleg yang maju adalah bersih dan bebas korupsi.

"Jika terus muka lama, maka parlemen hanya menjadi bagian untuk memuluskan proses-proses penguasa. Apalagi, di parlemen lebih banyaknya orang demokrat sehingga pengawasan kinerja eksekutif tidak berjalan secara efektif," ujar Bahrain.

Seperti diketahui, KPU menetapkan 6.608 orang yang terdaftar dalam DCT (Daftar Calon Tetap) DPR setelah perbaikan dan sengketa Daftar Calon Sementara (DCS) di Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Tetapi, jumlah tersebut akhirnya berkurang satu. Sehingga, jumlahnya mencapai 6.608 orang yang akan memperebutkan 560 kursi DPR pada 77 dapil (daerah pemilihan).

Jumlah DCT tersebut diseleksi dari 6.641 nama yang diajukan oleh 12 partai politik (parpol) peserta pemilu.

Selengkapnya

Pemilu 2014 - DPS Provinsi di Indonesia

Pemilu 2014 - Data Pemilih Sementara Provinsi di Indonesia.

Rekapitulasi DPSHP Sidalih : Jumlah TPS - Jumlah Pemilih

1. ACEH - 10.751 - 3.328.750
2. BALI - 8.092 - 2.963.099
3. BANTEN - 20.657 - 7.973.453
4. BENGKULU - 4.267 - 1.376.025
5. DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 8.522 - 2.755.440
6. DKI JAKARTA - 16.375 - 6.846.230
7. GORONTALO 2.321 - 806.926
8. JAMBI - 8.210 - 2.491.186
9. JAWA BARAT - 89.945 - 32.527.779
10. JAWA TENGAH - 68.276 - 26.445.718
11. JAWA TIMUR - 85.300 - 30.364.933
12. KALIMANTAN BARAT - 12.173 - 3.585.618
13. KALIMANTAN SELATAN - 8.803 - 2.822.715
14. KALIMANTAN TENGAH - 5.961 - 1.799.689
15. KALIMANTAN TIMUR - 8.602 - 2.861.493
16. KEPULAUAN BANGKA BELITUNG - 2.739 - 932.013
17. KEPULAUAN RIAU - 3.586 - 1.204.264
18. LAMPUNG - 16.244 - 5.883.089
19. MALUKU - 3.427 - 1.101.176
20. MALUKU UTARA - 2.363 - 816.328
21. NUSA TENGGARA BARAT - 12.001 - 3.545.316
22. NUSA TENGGARA TIMUR - 11.040 - 3.123.361
23. PAPUA - 1.369 - 495.189
24. PAPUA BARAT - 241 - 57.439
25. RIAU - 12.179 - 4.127.429
26. SULAWESI BARAT - 2.815 - 885.449
27. SULAWESI SELATAN - 18.028 - 6.308.273
28. SULAWESI TENGAH - 5.963 - 1.914.456
29. SULAWESI TENGGARA - 5.468 - 1.785.023
30. SULAWESI UTARA - 5.301 - 1.878.451
31. SUMATERA BARAT - 12.463 - 3.679.677
32. SUMATERA SELATAN - 13.807 - 4.690.414
33. SUMATERA UTARA - 28.848 - 9.762.636

TOTAL : 516.137 - 181.139.037

Selengkapnya

Pemilu 2014 dan Revolusi Perubahan

Pemilu 2014 sesungguhnya merupakan saat yang tepat untuk mempertahankan atau mengganti para pelaku politik dan menyempurnakan sistem. Orang- orang ditentukan oleh para pemilih. Sistem ditentukan oleh orang-orang yang terpilih dan gagasan-gagasan yang ditawarkan. Pemilu mestinya menjadi alat yang tepat untuk mengawali perbaikan konstitusi, sejalan dengan pemikiran modern yang mengharuskan konstitusi menjadi living and working constitution.

Untuk kondisi negara yang telah membuat sebagian orang berpikir sudah saatnya revolusi, perubahan konstitusi merupakan jalan terbaik menyeimbangkan saling kontrol dan harmoni pada cabang-cabang kekuasaan. Ada tiga pokok penting yang perlu segera disempurnakan. Sistem presidensial, penguatan lembaga perwakilan, dan otonomi daerah.

Sistem presidensial perlu ditingkatkan efektivitasnya dengan desain yang merangsang sistem kepartaian sederhana yang memperbesar kekuasaan konstitusional pemerintah. Terutama untuk menghindari minority president dan pemerintahan yang terbelah (divided government) yang umum dilahirkan oleh sistem multipartai seperti saat ini, yang berakibat ketidakstabilan demokrasi dan kekuranglancaran pembangunan.

Penguatan lembaga perwakilan diperlukan untuk menyeimbangkan saling kontrol melalui penguatan peran MPR sebagai lembaga joint session DPR dan DPD, serta harmonisasi melalui penguatan kewenangan DPD agar efektif menjadi mitra penyeimbang DPR. Disebut harmonisasi karena mengarah pada prinsip saling melengkapi dalam sistem bikameral efektif dan bukan bikameral sama kuat (perfect bicameralism).

Penyempurnaan otonomi daerah merumuskan formula yang tepat sebagai bingkai yang mendorong desentralisasi sejalan dengan bentuk negara kesatuan yang mampu meredam potensi disintegrasi. Desainnya mengandung norma yang berpihak pada keberagaman, kekhususan daerah, dan perspektif masyarakat adat setempat. Ini semua bukan gagasan baru di dunia. Kegagalan menerapkannya telah memberi pelajaran bagi negara-negara Amerika Latin yang tak berhasil membangun demokrasi yang stabil. Yang di negeri kita kini sedang berproses dan hasilnya akan banyak ditentukan hasil Pemilu 2014.

Selengkapnya

Pemilu 2014 Jadi Sangat Menentukan

Kejadian-kejadian terkini membuat banyak orang sampai pada kesimpulan revolusi diperlukan.

Pemerintah dipandang sudah tidak efektif, perkembangan politik tak tentu arah, rupiah melemah, penggawa hukum tertinggi ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, Mahkamah Konstitusi kehilangan marwah, dan pemerintah dilecehkan pula oleh negara tetangga. Apa lagi yang tersisa kecuali semangat massa yang siap dibakar?

Penyadaran - Bagi orang yang sehari-hari bergelut dalam persoalan kenegaraan tentu mafhum belaka bahwa kesimpulan itu tidak berlebihan. Ada kekecewaan yang lahir tak lama setelah Reformasi. Terus membesar karena politik menyimpang dari cita-cita, perbaikan ekonomi tak menyentuh sebagian besar warga, dan para pemimpin makin terlihat individualis. Rakyat kehilangan harapan.

Namun, harapan pulalah yang sesungguhnya melandasi kesimpulan itu sehingga kita bisa mengatakan bahwa harapan terhadap perbaikan negeri ini sesungguhnya masih sangat besar di balik semua suara yang pesimis. Revolusi hanyalah sebuah jalan. Arahnya sulit diprediksi. Pemilu juga sebuah jalan. Dengan perencanaan dan kendali yang lebih jelas. Dalam seluruh konteks ini, Pemilu 2014 jadi sangat menentukan.

Penyadaran pemilih selalu penting menjelang pemilu. Mereka kunci utama pemimpin dan politik pascapemilu. Calon pemilih perlu disadarkan bahwa kondisi negara bisa genting apabila pilihan mereka masih berfokus pada unsur kedekatan, kekeluargaan, dan popularitas. Sudah cukup pelajaran. Ini bukan hanya menyangkut calon presiden untuk menghindarkan terpilihnya presiden yang lemah dan individualis, melainkan juga legislatif perwakilan rakyat dan perwakilan daerah (DPD).

Wawasan kebangsaan dan bela negara yang sederhana bisa sangat membantu. Pemilih perlu mencermati kemampuan calonnya menyelesaikan berbagai dimensi masalah. Kedaerahan, budaya, politik, ekonomi, sosial, dan batas-batas negara yang menentukan perwujudan kedaulatan. Presiden dan politisi mendatang mesti menguasai masalah ini dan mempunyai tekad mempertahankan format keindonesiaan yang kuat.

Cara paling mudah adalah melihat dari perspektif konstitusi, yang merupakan dasar perjuangan dan aktivitas politik. Pemilih perlu mendapatkan akses dan rangsangan membaca pasal-pasal dalam UUD 1945. Sosialisasi mengenai masalah ini mestinya menjadi tanggung jawab dan agenda lembaga penyelenggara pemilu.

Demikian juga dengan para calon. Semua perlu mendapat pengetahuan konstitusi yang cukup agar konstitusi menjadi pegangan utama, pedoman dalam politik dan penyelenggaraan negara. Parpol punya kewajiban memastikan kadernya mendapat pembekalan yang memadai. Lembaga penyelenggara pemilu bertanggung jawab terhadap para calon anggota DPD yang nonpartisan.

Selengkapnya

Hasil Rekapitulasi Suara Pemilu 2014

Deputi Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz, menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus menjadikan batalnya kerjasama dengan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg), sebagai pelajaran penting sebelum membangun kerjasama dengan berbagai pihak terkait penyelenggaraan pemilu.

Karena bukan tidak mungkin, kerjasama meski bertujuan baik, namun tidak sesuai dengan kaidah-kaidah penyelenggara pemilu yang independen dan bebas dari kepentingan semua pihak.

"Jadi sebaiknya KPU lakukan uji publik terlebih dahulu sebelum bekerjasama. Dengan langkah tersebut akan diketahui apakah diperlukan atau tidak kerjasama itu," ujarnya di Jakarta, Jumat (29/11).

Langkah lain, KPU menurut Masykurudin, juga harus memertimbangkan aspek kepastian independensi. Pertimbangan ini sangat diperlukan agar jangan sampai sebuah kerjasama justru mengakibatkan berkurangnya aspek kemandirian KPU dalam pelaksanaan tahapan Pemilu.

KPU kata Masykurudin, memang sangat penting menjaga keamanan hasil rekapitulasi suara dari tingkat tempat pemungutan suara (TPS) hingga ke pusat. Untuk itu pengamanan tetap sangat diperlukan. Namun dalam pelaksanaannya, langkah yang paling tepat menurut Masykurudin, dengan membuka data seluas-luasnya.

Caranya, usai pencoblosan 9 April 2014 mendatang, hasil rekapitulasi dari TPS harus diberikan kepada para saksi dari masing-masing partai politik peserta pemilu.

Kemudian hasilnya juga turut diberikan kepada pengawas pemilu dan diumumkan di tempat-tempat publik yang strategis.

"Pengumuman rekapitulasi di desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota hingga provinsi nantinya juga harus terbuka seluas-luasnya dan mudah bagi siapapun untuk dapat mengaksesnya," ujarnya.

Masyukurudin yakin, semakin terbuka data hasil Pemilu dan semakin banyak para pihak yang menyimpannya, maka sesungguhnya data dapat semakin aman. Karena apabila ada yang berusaha menyelewengkan, dapt dikontrol oleh banyak pihak. (gir/jpnn)

Selengkapnya

Hasil Survei CSIS Pilpres Pemilu 2014

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atau sering disapa Jokowi menjadi pilihan utama responden survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada November 2013. Sebanyak 34,7 persen responden memilih Jokowi dalam pilihan presiden atau 'top of mind'," kata Kepala Departemen Politik dan Hubungan International CSIS Phillips J. Vermonte dalam paparan "Survei Nasional CSIS November: Tanda-tanda Berakhirnya Oligarki Elite Partai".

CSIS melakukan surveinya dengan metode wawancara langsung tatap muka di 33 provinsi pada tanggal 13 - 20 November 2013 dengan 1.180 responden dan margin of error sebesar 2,85 persen.

Nama-nama lain yang terpilih sebagai presiden oleh responden survei itu adalah Prabowo Subianto (10,7 persen), Aburizal Bakrie (9 persen), Wiranto (4,6 persen), Jusuf Kalla (3,7 persen), Megawati (3,3 persen), Mahfud MD (1,8 persen), dan Hatta Rajasa (0,6 persen).

Sebanyak 22,8 persen responden menyatakan belum mempunyai pilihan presiden pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014.

Survei ini juga menemukan tingkat dukungan terhadap Jokowi makin terkonsolidasi, bukan hanya dari pemilih-pemilih Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan melainkan juga dari pemilih partai-partai lain.
Sumber dukungan terbesar kepada Jokowi masih datang dari para pemilih PDI Perjuangan sebanyak 63,6 persen, kemudian para pemilih Partai Demokrat (42,7 persen), para pemilih Partai Golkar (22,7 persen), dan pemilih Partai Gerindra (20,6 persen).

Temuan itu menunjukkan dukungan kepada calon yang bukan bagian dari oligarki dan dinasti partai politik semakin luas. Maka, partai politik harus membuka diri serta mengurangi oligarki dan dinasti di internal mereka.

Phillips menambahkan bahwa keretakan oligarki partai harus terus didorong dengan memaksa semua partai untuk menemukan figur yang didukung arus bawah atau menyelenggarakan konvensi yang demokratis.

Selengkapnya

Mekanisme Pelaksanaan Pemilu 2014

Integritas tinggi - Undang-Undang itu mengatur mekanisme pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden untuk menghasilkan presiden dan wakil presiden yang memiliki integritas tinggi, menjunjung tinggi etika dan moral, serta memiliki kapasitas dan kapabilitas yang baik.

Untuk mewujudkan hal tersebut, dalam UU itu diatur beberapa substansi penting yang signifikan antara lain mengenai persyaratan Calon presiden dan wakil presiden wajib memiliki visi, misi, dan program kerja yang akan dilaksanakan selama lima tahun ke depan. Dalam konteks penyelenggaraan sistem pemerintahan Presidensiil, menteri yang akan dicalonkan menjadi presiden atau wakil presiden harus mengundurkan diri pada saat didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum.

Selain para menteri, UU itu juga mewajibkan kepada Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi, Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan,
Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mengundurkan diri apabila dicalonkan menjadi presiden atau wakil presiden.

Pengunduran diri para pejabat negara tersebut dimaksudkan untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan terwujudnya etika politik ketatanegaraan. Untuk menjaga etika penyelenggaraan pemerintahan, gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, atau walikota-wakil walikota perlu meminta izin kepada presiden pada saat dicalonkan menjadi presiden atau wakil presiden.

Presiden dan wakil presiden Republik Indonesia terpilih adalah
pemimpin bangsa, bukan hanya pemimpin golongan atau kelompok tertentu. Untuk itu, dalam rangka membangun etika pemerintahan terdapat semangat bahwa presiden atau wakil presiden terpilih tidak merangkap jabatan sebagai Pimpinan Partai Politik yang pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing partai politik.

Proses pencalonan presiden dan wakil presiden dilakukan melalui
kesepakatan tertulis partai politik atau gabungan partai politik dalam pengusulan pasangan calon yang memiliki nuansa terwujudnya koalisi permanen guna mendukung terciptanya efektivitas pemerintahan.

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 sudah diterapkan untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pada 2009. Hasilnya, dari 44 partai politik peserta Pemilu 2009, hanya Partai Demokrat yang meraih lebih dari 20 persen dari 560 jumlah kursi di DPR. Partai Demokrat meraih 150 kursi atau 20,85 persen dari 560 kursi.

Kursi - Sementara partai lainnya yang meraih kursi di DPR adalah Partai Golkar meraih 107 kursi atau 14,45 persen dari 560 kursi. PDI Perjuangan 95 kursi atau 14,03 persen, PKS 57 kursi atau 7,88 persen, PAN 43 kursi atau 6,01 persen, PPP 37 kursi atau 5,32 persen, PKB 27 kursi atau 4,94 persen, Gerindra 26 kursi atau 4,46 persen, dan Partai Hanura mendapat 18 kursi atau 3,77 persen dari 560 kursi yang ada di DPR RI. Sedangkan 35 partai politik lainnya gagal meraih satu kursi pun di DPR.

Pemerintahan baru hasil Pemilu 2014 masih merupakan dari koalisi sejumlah partai politik, demikian hal yang mengemuka pada Seminar Indonesia Update yang diadakan Kementerian Kominfo dan KBRI di Wellington, Selandia Baru, pada 28 November 2013.

"Koalisi kecil dari dua atau tiga partai bukan koalisi besar seperti
saat ini," kata dosen Universitas Paramadina Dr Djayadi Hanan yang menjadi salah seorang narasumber acara itu. Pembicara lain pada acara yang dibuka oleh Kuasa Usaha KBRI Wellington Ple Priatna adalah Andre Omer Siregar dari Kementerian Luar Negeri yang pernah menjadi penerjemah sejak era Presiden Megawati dan Prof Dr Ben Thirkell-White dari Universitas Victoria Wellington.

Djayadi yang juga konsultan politik di Lingkaran Survei Indonesia (LSI) mengatakan persyaratan perolehan suara minimal 25 persen akan membuat sejumlah partai politik berkoalisi mendukung calon presiden.

Ia menyebutkan dukungan publik untuk PDI Perjuangan, Partai Golkar, dan Partai Gerindra meningkat, sedangkan untuk Partai Demokrat menunjukkan indikasi menurun.

"Hal itu bisa saja disebabkan karena pemerintahan SBY akan berakhir tahun depan," kata Ben Thirkell-White. Djayadi menimpali konvensi calon presiden dari Partai Demokrat yang diikuti 11 peserta juga nyaris tak terdengar.

"Apakah ini mengindikasikan mereka belum punya calon kuat," katanya.

Andre dan Ben sepakat bahwa dinamika politik dan demokrasi di
Indonesia berlangsung dinamis dengan kemunculan tokoh-tokoh yang mencoba peruntungan dalam Pemilu 2014.

Dinamika politik yang sejauh ini berjalan baik harus tetap dijaga agar pelaksanaan Pemilu 2014 berjalan lancar, aman, dan sukses. Kuasa Usaha KBRI Wellington Ple Priatna menyatakan bahwa kesuksesan Pemilu bukan hanya pada berapa banyak pemilih memberikan suaranya ke tempat-tempat pemungutan suara melainkan apakah suara dari rakyat pemilih itu membawa kehidupan demokrasi yang lebih baik.

Selengkapnya

Pemerintahan Baru Hasil Pemilu 2014

Musim Pemilu 2014 datang jumlah pemilih tetap yang akan memberikan suaranya telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum sebanyak sekitar 186,6 juta orang.

Untuk Pemilu Legislatif 9 April 2014, sebanyak 12 partai politik tingkat nasional dan tiga partai politik tingkat lokal di Aceh menjadi peserta Pemilu dengan mengusung masing-masing jagonya agar terpilih menjadi anggota DPR, DPRD tingkat provinsi, dan DPRD tingkat kabupaten-kota.

Ratusan peserta Pemilu perorangan juga telah ancang-ancang supaya terpilih menjadi anggota DPD masing-masing sebanyak empat orang dari tiap provinsi.

Sementara untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 9 Juli 2014 hanya bakal diikuti oleh partai politik yang memenuhi ambang batas minimal bagi partai politik untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold).

Ketentuan ambang batas minimal pencalonan presiden tertuang dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden menyebutkan bahwa pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

UU itu menyebutkan bahwa penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil presiden dilaksanakan dengan tujuan untuk memilih presiden dan wakil presiden yang memperoleh dukungan kuat dari rakyat sehingga mampu menjalankan fungsi kekuasaan pemerintahan negara dalam rangka tercapainya tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Di samping itu, pengaturan terhadap Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam Undang-Undang ini juga dimaksudkan untuk menegaskan sistem presidensiil yang kuat dan efektif, dimana presiden dan wakil presiden terpilih tidak hanya memperoleh legitimasi yang kuat dari rakyat, namun dalam rangka mewujudkan efektivitas pemerintahan juga diperlukan basis dukungan dari DPR.

Selengkapnya

Hasil Pemilu 2014 Lebih Berkualitas

KPU ingin menjadikan pemilu nanti lebih bersih dan mengutamakan prinsip demokrasi. "Kalo demokrasi tahapannya bisa diprediksi tapi hasilnya tidak. Maka ada kesempatan kompetisi," kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Husni Kamil Manik.

Dia menyatakan dalam penyelenggaraan pemilu masa orde baru berada di dalam pengawasan tekanan. Pasalnya mulai dari proses tahapan hingga hasilnya sudah ditargetkan. "Itu kekurangan pemilu orde baru. Yakni pemenangnya sudah ditarget. Kalo dalam prinsip kualifikasi pemilu di dunia itu masuk kategori pemilu otoriter, " ujar Husni dalam acara seminar nasional pemilu 2014, di Jakarta, Kamis (28/11).

Husni melanjutkan, KPU saat ini membuat beberapa perubahan dalam penyelenggaraan pemilu dengan lebih terbuka dalam tahapannya. Tujuannya agar hasil pemilu 2014 nanti berkualitas. "Kami mau kerja profesional. Kami sampaikan pada KPU di daerah agar memberikan arahan pada petugas ad hoc supaya tidak lagi bermain pada hasil pemilu," pungkasnya.

LIPI : kualitas pemerintahan hasil Pemilu 2014 tak berubah

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia memperkirakan kualitas pemerintahan hasil Pemilihan Umum 2014 tidak akan berubah. "Kasus penyalahgunaan kekuasaan, korupsi masih akan berlangsung pasca-Pemilu 2014," kata Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Syamsuddin Haris usai sosialisasi "Penelitian dan pengembangan IPTEK dan Kajian Pemilu Dunia" di Jakarta, Senin.

Dia mengatakan secara umum skema pemilu Indonesia tidak menjanjikan munculnya wakil rakyat yang akuntabel hasil Pileg. "Sistem pemilu legislatif lebih menjanjikan munculnya anggota legislatif yang representatif, tapi tidak akuntabel karena masih ada masalah Daerah Pemilihan dan jumlah pemilih," ujarnya.

Syamsuddin mengatakan dalam pilpres juga ada masalah, misalnya seleksi internal partai politik terkait bakal calon presiden yang akan diajukan. Menurut dia seharusnya ada pemilihan pendahuluan di masing-masing parpol sebelum menentukan bakal capres.

Syamsuddin mengatakan jangan seolah-olah semua ketua umum partai memiliki hak instimewa untuk menjadi bakal capres dari partai tersebut. "Misalnya di Amerika Serikat, apakah Barack Obama, George Bush, dan Bill Clinton pimpinan parpol? Mereka bukan pimpinan parpol, namun tokoh internal partai," tegasnya.

Selengkapnya

Fungsi dan Tujuan Pemilihan Umum

Fungsi pemilu atau pemilihan umum yang pokok adalah sebagai berikut :

1. Pemilihan umum adalah sarana untuk menyalurkan hak politik warga negara sesuai dengan pilihan agar aspirasinya dapat tersalur melalui wakilnya yang terpilih.

2. Pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan asas kedaulatan rakyat dalam suatu negara.

3. Pemilihan umum berfungsi sebagai sarana untuk menegakkan pemerintahan yang demokratis karena melalui Pemilu rakyat dapat memilih para wakilnya secara langsung, umum, bebas, dan rahasia.

Selain fungsi di atas, pemilihan umum juga memiliki tujuan, antara lain:

1. memilih anggota-anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II;

2. menyalurkan aspirasi rakyat melalui wakilnya secara konstitusional;

3. membentuk susunan keanggotaan MPR.

Dalam upaya memurnikan demokrasi Pancasila, sejak Pemilu tahun 1971 dasar yang dipakai adalah Pancasila dan UUD 1945. Di dalam sistem demokrasi Pancasila Pemilu berasas langsung, umum, bebas, dan rahasia.

Tujuannya pun sesuai dengan UUD 1945, yaitu memilih anggota-anggota DPR, DPRD I, DPRD II, dan mengisi keanggotaan MPR. Begitu pula waktu penyelenggaraan Pemilu sudah memenuhi aturan UUD 1945, yaitu setiap lima tahun sekali.

Hal yang demikian itu belum bisa dilaksanakan pada masa Orde Lama. Dalam rangka membersihkan aparatur negara dan tata kehidupan bernegara dari unsur-unsur PKI dan segala ormasnya, pemerintah tidak memberi hak pilih kepada bekas anggota PKI dan segala ormasnya yang terlibat G 30 S/PKI.

Ketegasan sikap ini sangat penting dalam rangka tetap mewaspadai bahaya laten PKI dan penyusupan ideologinya. Namun, sikap waspada dan kehati-hatian pemerintahan Orde Baru itu sangat kebablasan yang menyebabkan peran negara makin membelenggu berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Istilah pembangunan, atas nama rakyat, stabilitas, dan pertumbuhan menjadi jargon yang dilontarkan pemerintahan Orde Baru. Untuk mencapai tujuan semua itu, negara mengambil peran besar yang sangat menentukan dengan menempatkan pada tangan presiden.

Sebetulnya, secara semu pemerintahan Orde Baru mirip pada masa Indonesia melaksanakan Demokrasi Terpimpin. Hanya pejabat presidennya saja yang ganti, sistemnya tetap sama.

Selengkapnya

Sejarah Pemilihan Umum Indonesia

Sejarah Pemilu - Sejak kemerdekaan tahun 1945, Indonesia telah melewati berbagai macam pemilu. Berikut adalah pemilu - pemilu yang pernah dilaksanakan di Indonesia.

Sejarah Pemilihan umum diadakan sebanyak 10 kali yaitu tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009. 

Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR,DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu.

Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu.

Di tengah masyarakat, istilah "pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali.

Asas Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "Luber" yang merupakan singkatan dari "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asal "Luber" sudah ada sejak zaman Orde Baru.

Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara.

Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, kemudian Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.

Selengkapnya

Pemilu - Pemilihan Umum Indonesia

Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang(-orang) untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. 

Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering digunakan.

Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatanretorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan.

Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik.

Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.

Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.

Selengkapnya